Jelajahhukum.id|LEBAK - Lagi dan lagi terjadi penangkapan pengusaha baby lobster atau Benih Bening Lobster (BBL), dimana sebanyak 7 orang pengusaha Baby Lobster (Benur) ditangkap di Kampung Karekes, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada Selasa (01/10/2024) sekitar pukul 10.00 WIB.
Dari informasi warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, penangkapan tersebut dari gabungan anggota Polairud Baharkam dan telah mengamankan 7 (Tujuh) orang terduga pelaku bersama barang bukti BBL sebanyak 134 ribu ekor.
Tapi disayangkan, lanjut nara sumber kepada awak media, karena ada dugaan pelepasan terhadap bos pemilik benih bening baby lobster tersebut. Yang mana si bos pemilik barang tersebut kini telah dilepaskan.
"Saya berharap kepada bidang kelautan dan perikanan untuk menegakkan hukum sesuai perundang-undangan di negeri ini, untuk selalu menindak para pelaku pengusaha yang diduga ilegal," ujarnya, Rabu (2/10/2024).
Saat di konfirmasi awak media, salah satu anggota Polairud Pos Binuangeun membenarkan tentang adanya penangkapan terhadap pengusaha baby lobster atau Benih Bening Lobster (BBL) tersebut.
Dari hasil investigasi yang dilakukan tim awak media beberapa hari sebelumnya terkait maraknya bos BBL yang masih melakukan penjualan BBL secara ilegal dan juga telah melakukan kunjungan ke beberapa orang pengusaha yang mempunyai perizinan komplit.
Untuk pembelian BBL di wilayah Lebak, sebut saja T pemilik Koperasi yang punya legalitas, menjelaskan, terus terang kami yang di koperasi tidak bisa berbuat banyak terkait maraknya penjual ilegal BBL yang tidak masuk koperasi.
"Adapun harga yang di berikan pada kami saat ini oleh BLU hanya Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) dan pajak PNBP nya Rp 4000 (empat ribu rupiah) sementara pihak kiri (sebutan bagi para pembeli ilegal), mereka bisa membeli lebih dari angka yang kami berikan," ucapnya
Saya sendiri tidak menyalahkan nelayan, sambung T, karena mereka akan menjual pada yang memberikan harga tertinggi.
"Ya, cuma tadi ketika si pembeli ilegal ini tertangkap itu sudah jadi resikonya karena mereka tidak resmi," ucapnya.
Memang berat kalo kita hanya berstandar dengan BLU untuk harga, lanjutnya, kita ga bisa bersaing dengan tadi yang pembeli ilegal, yang notabane mereka masih bebas dan banyak mendapatkan barang.
"Jelas negara dirugikan karena pajaknya mereka ga masuk negara," terangnya.
Terus terang saja, masih kata T, kita yang resmi dengan koperasinya kalau mau jual kadang kos kita lebih besar dari yang ilegal pembelian yang di batasi belum lagi PNBP nya Rp 4000/ekor, belum biaya untuk pengiriman dan lain-lain.
"Jadi lebih bengkak dibanding yang ilegal. Sebetulnya bagi saya kalau emang orang yang akan menjual BBL itu tujuannya koperasi kami ketika tertangkap kami siap urus. Jangankan di tingkat polres, tingkat Polda pun kita kan perjuangkan karena kita punya izin resmi," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Nelayan Kabupaten Lebak Wading Riana saat ditemui di gudangnya, menyampaikan bahwa pemerintah tidak pro rakyat.
"Pemerintah tidak pro rakyat, membuat regulasi yang ada mana bisa para pengusaha itu bersaing dengan pengusaha ilegal kalau harganya sendiri itu ada di bawah. Banyaknya pemain ilegal di BBL karena regulasi yang dipakai bukan memberikan kemudahan, tapi malah bikin ribet. Aturan yang ada ini perlu di perbaharui lagi, agar kemudahan termasuk persaingan di lapangan bukan mengarah pada pembelian ilegal, tapi pemerintah juga harus bisa menyerap pajak dari setiap penjualan dengan maksimal, sehingga PAD wilayah juga bisa bertambah," pungkasnya.
(*red)