(Foto: Pemerhati Sosial dan Lingkungan Hasan Sadeli)
Jelajahhukum.id|LEBAK _ Penutupan stokpaile batubara yang dilakukan Polda Banten pada semua lokasi batubara dari mulai kecamatan Cihara Panggarangan Bayah, bahkan kejadian penutupan juga sering dilakukan pada lokasi tambang emas masyarakat yang berada di wilayah Cibeber, Salah satu lokasi tambang emas ilegal di Kabupaten Lebak Provinsi Banten, yang terbesar di wilayah Cibeber, Sabtu (7/9/2024).
Menurut Pemerhati sosial dan juga lingkungan Hasan Sadeli mengatakan, meski pemerintah setempat sudah melarang aktivitas penambangan emas dan batu bara tanpa izin, tapi masyarakat setempat yang mayoritas berprofesi petani kembali beralih menjadi Gurandil atau penambang batubara dan jadi Penambang Emas Tanpa Izin (PETI).
"Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) yang marak di sejumlah daerah di Lebak selatan diduga akibat ada koordinasi dengan Oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dan adanya pembiaran serta minimnya pengawasan dari pihak berwenang," tuturnya.
Ia juga menyampaikan, adanya dugaan setoran yang dilakukan para pengusaha untuk oknum lembaga atau oknum APH sebagai upaya untuk melanggengkan usahanya. Namun ketika terjadi masalah, baik penutupam, para pengusaha/masyarakat lah yang jadi korban utamanya. Oknumnya pada menghilang.
"Disisi lain, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari pemerintah daerah dalam menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yaitu izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas," ungkapnya.
Hasan pun berharap kepada anggota DPRD yang baru mampu memberikan solusi buat masyarakat dengan menggunakan punsinya sebagai pembuat regulasi di tingkat provinsi dan kabupaten, yang bisa membantu masyarakat lokal yang usaha di bidang pertambangan bisa menjadi legal.
"Adanya pembiaran dari pihak berwenang dan kurangnya pengawasan serta kurangnya fasilitasi perizinan, itu penyebabnya. Kegiatan mereka para PETI ini terus beraktivitas, secara Aturan mereka melarang tapi disisi lain mereka (Penambang) jadi sapi perah oknum-oknum. Ada kompensasi/jatah buat individu atau lembaga menjadikan kegiatan PETI ini terus menjamur sampe sekarang," jelasnya.
Maraknya aktivitas Peti di Lebak selatan lanjyt Hasan, baik batubara maupun emas juga tidak bisa dilepaskan dari nilai ekonomi yang didapat oleh masyarakat.
"Banyak warga yang menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal tersebut. Apalagi, harga emas dan komoditas mineral batu bara terus menguat dalam setahun terakhir. Sulitnya pekerjaan menjadikan masyarakat nekat ambil resiko melakukan penambangan baik emas maupun di batu bara," terangnya.
PETI di Lebak Selatan, sambung Hasan, dilakukan masyarakat bermacam-macam. Pelaku ada yang memanfaatkan area hutan lindung dan hutan produksi, ada juga yang melakukannya di lahan Pribadi yang termasuk wilayah izin usaha pertambangan milik perusahaan yang saat membuat perijinan untuk lokasi menutup lahan warga masuk ke IUP OP nya
"Kondisi tersebut sangat merugikan masyarakat dan banyak pihak. Selain potensi akan menyulutkan masyarakat untuk membuat perijinan, kerusakan wilayah juga akan jadi isu utama, karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah lingkungan dan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (HSSE), Peti juga merugikan negara karena pelaku tidak menyetor royalti maupun pajak," paparnya.
Akibat kegiatannya ilegal, masih kata Haaan, untuk itu kami berharap pemerintah memberikan opsi yang baik dan tentunya penghasilan tambang tersebut tidak lagi ilegal dan pemerintah mendapat inkam untuk PAD nya.
"Ini Soal kekayaan alam, SDA yang ada di bawah permukaan dan di dalam tanah merupakan kekayaan negara yang dikuasai negara dan masyarakat memanfaatkan nya, sehingga untuk dapat dimanfaatkan dan diusahakan perlu mendapat perizinan dari pihak yang berwenang," katanya.
Secara normatif, sambung Hasan, di Pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengatur bahwa Peti merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggungjawaban pidana. Penegakan hukum pidana, baik penal maupun nonpenal dapat dilakukan dalam pencegahan dan penindakan PETI.
"Aktivitas PETI bisa diberantas, upaya hukum yang bersifat multi sektor disertai koordinasi antar instansi terkait. Selain itu, juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi antara kementerian dan lembaga agar pemberantasan praktik ilegal ini bisa berhasil. Yang tak kalah penting adalah perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI. Pembentukan Satgas Penanggulangan Peti menjadi salah satu cara agar ada kerja terorganisasi, lintas sektor, dan komprehensif dalam mengatasi persoalan PETI," jelasnya.
Menghadapi PETI, Pemerintah tidak tinggal diam. Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, terus bekerja sama untuk mengatasi PETI.
"Upaya yang dilakukan antara lain dengan inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum," imbuhnya.
Sebagai masyarakat, Hasan juga berharap besar pada dewan baru baik DPRD kabupaten DPRD provinsi maupun DPR RI untuk menyusun dan merealisasikan aturan pendukung untuk mempermudah masyarakat kecil membuat perijinan, sehingga masyarakat tidak lagi menjadi ajang pungli oknum dan penghasilannya bisa menjadi sumber PAD.
"Harap di perhatikan juga untuk para pemangku kebijakan di perijinan agar melakukan evaluasi pada perusahan besar yang memiliki IUP OP yang sangat luas Tampa melakukan pembebasan lahan terlebih dahulu, sehingga keberadaannya tidak mengganggu masyarakat yang memerlukan perijinan tidak terganjal IUP perusahaan," pungkasnya.
(*Red)