Jelajahhukum.id|SUKABUMI - Kabupaten Sukabumi sepertinya sudah tidak asing lagi ditelinga setiap orang yang terkenal dengan segudang prestasi, diantaranya peningkatan PAD berbagai sektor terutama sektor industri dan penggenjotan sektor wisata yang sangat masif.
Namun dibalik segudang prestasi tersebut, diduga terdapat sisi gelap dimana presentase tingkat kemiskinan dikabupaten Sukabumi mencapai 7,01% dengan jumlah penduduk miskin 178,7 per'April 2024 (BPS kabupsten Sukabumi 2024).
Padahal industri-industri di kabupaten Sukabumi sangatlah banyak, disamping industri garmen terdapat industri air kemasan raksasa, seperti (AQua,Vit, Le Minerale dan lain-lain) dan pabrik semen SCG serta industri PLTP Gunungsalak yang saat ini izin explorasinya dipegang oleh PT.Star Energy Geothermal Salak setelah lepas dari PT.Chevron Gheotermal Salak.
Dimana PT.Star Energy Geothermal Salak ini adalah perusahaan Besar dengan pemilik perusahaan tersebut adalah salah satu Konglomerat di Indonesia yang tercatat juga Orang Terkaya ke-25 Dunia (Menurut Forbes) yang memiliki kewajiban mengeluarkan CSR 2-4% dari profit, disamping itu juga memiliki kewajiban membayar Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Negara melalui Kementrian keuangan sebesar 100% yang mana sebesar 32% dikembalikan ke daerah penghasil.
Nilai angka nominal yang sangat fantastis tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan daerah dan masyarakat disekitar daerah explorasi PLTP tersebut yaitu Kecamatan Kabandungan dan Kecamatan Kalapanunggal, dimana jalan raya yang rusak parah itu tak kunjung ada perbaikan selama bertahun-tahun.
Adapun perbaikan yang dilakukan oleh perusahaan kontraktor (oknum_red) itu tidak pernah ada yang benar dalam memperbaiki jalan raya yang rusak, dimana itu hanya bisnis internal pemerintahan setempat dengan kontraktor dan rata-rata oknum kontraktor yang mengerjakan perbaikan jalan bukan kontraktor yang sehat.
Selain jalan raya yang kunjung tidak diperhatikan, juga tingkat pengangguran yang tinggi, selain masalah tersebut pula ada lokasi perkampungan masyarakat yang terkena dampak dari explorasi PLTP yaitu pengeroposan tanah yang sangat parah yang berpotensi terkena longsor.
Dimana kepedulian pemerintah saat ini terhadap Kecamatan Kabandungan? jangan hanya potensi PAD nya saja yang diserap, tapi daerah penghasil tidak di perhatikan dalam hal ini tidak hanya pihak pemerintah daerah saja tetapi pemerintah desa pun yang kebagian Bonus Produksi Migas hasil harus nya lebih peka terhadap jalan - jalan lingkungan di desa masing-masing. Bukan hanya untuk membangun dan mempercantik kantor desa saja, tetapi DBH ataupun Boprod (Bonus Produksi) ini sesuai dengan aturan dari Permenkeu No.115 Tahun 2023, Permenesdm No.23 Tahun 2017 Pasal 12 Ayat 1 dan Pasal 13, Kepmenesdm No.115 Tahun 2020, Perbup Kab Sukabumi No.33 Tahun 2019 yang telah digelontorkan ke Desa-desa di 2 kecamatan ini sangat cukup lumayan besar, kurang lebih ratusan juta, yang seharusnya juga agar digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan pembangunan infrastruktur di desa masing-masing.
Menurut Kabid Anggaran di BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah) Pemkab Sukabumi, Bpk. Ari Mulyadi yang di konfirmasi bahwa DBH Migas yang di terima oleh Kas Pemerintah Daerah Sukabumi kurang lebih sebesar Rp 4,9 Milyar setiap tahunnya yang nantinya tergabung dengan DBH yang lainnya (seperti DBH Cukai Rokok, DBH Pajak Rokok, DBH Pajak Bumi, DBH Batubara dan lain-lain) itu menjadi satu dan disalurkan kepada Dinas-dinas terkait, seperti Dinas PU, Dinas Perkim, Dinkes, Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian dan Dinas lainnya untuk di kelola menjadi pembangunan infrastruktur yang nantinya dikerjakan oleh pihak ketiga (Kontraktor).
Menurut UU No. 1 Tahun 2022 bahwa DBH merupakan bagian dari Transfer Keuangan Daerah (TKD) yang bersumber dari pendapatan tertentu dalam APBN yang dibagikan ke daerah penghasil untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dengan daerah penghasil serta daerah non penghasil dalam meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
"Jadi DBH tidak harus kembali ke daerah penghasil tapi diperuntukan untuk pemerataan pembangunan ke daerah lainnya, serta DBH merupakan pendapatan negara dari beberapa daerah yang tersebar di wilayah negara. Jadi yang harus kembali ke daerah penghasil itu dari bonus produksi (Boprod) saja lalu untuk pengelolaan bonus produksi ini di transfer ke rekening Pemerintah Desa sebagai penerima, jadi semuanya di serahkan ke Pemerintah Desa dalam pengelolaannya," ungkap Kabid Anggaran BPKAD di kantornya .
Begitupun tanggapan warga dari Kecamatan Kabandungan, Husen Husaeni yang kami temui di kediamannya mengatakan bahwa kecamatan kabandungan sudah puluhan tahun dari tahun 1980 an mulai dibangun nya Project geothermal pembangkit listrik tenaga panas bumi yang di resmikan oleh Presiden RI ke 2 bapak Presiden H.M Soeharto pada saat itu, yang hanya diambil sumber daya alamnya saja, tetapi tidak diperhatikan dari segi infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat Kabandungan.
"Masih banyak jalan-jalan yang rusak tidak diperhatikan oleh pihak pemerintah kabupaten dan Pihak ketiga yakni PT.Star Energy Geothermal Salak (Sebagai pemegang Kontrak) yang pada saat ini belum maksimal, baik dari segi CSR (Corporate Social Responsbility) maupun kewajiban perusahaan sesuai Aturan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang harus di laksanakan dan di patuhi apa yang sudah menjadi kesepakatan diantara Perusahaan PT.Star Energy Geothermal Salak dengan Pemerintah Pusat," ujar Husen.
Pada hari yang sama, Senin (05/08/2024) awak media juga bertemu dengan warga dari Kecamatan Kalapanunggal, Erwin menanggapi hal yang serupa perihal jalan-jalan yang rusak parah di Kalapanunggal.
"Jadi kalau saya mau ke pasar Parungkuda melalui jalan lewat berkah Bojong genteng itu merasa kesal sekali, karena jadi lambat dan kalau sudah datang musim hujan itu juga banyak jalan yang tergenang air, udah kaya di kulah (Kolam ikan) wae jalan teh," kata Erwin
Jadi saya rasa, lanjut Erwin, siapapun orangnya yang melalui jalan ini, dari mulai jalan cagak Kalapanunggal sampai ke berkah itu pasti merasakan tidak nyaman sekali, soalnya sudah bertahun-tahun lamanya belum ada perbaikan jalan.
"Sampai detik ini atuh kamarana wae para pemangku kebijakan teh atuh, perhatikeun jalan-jalan di Kalapanunggal. Kan sudah ada DBH Migas yang sudah dalam beberapa tahun ini diterima oleh pemerintah daerah dan mungkin tidak hanya dari DBH Migas saja atuh dari Anggaran APBD kah atau darimana saja sumber anggaran nya, tolong perhatikan jalan-jalan di daerah," pungkasnya.
*Harie Hermawan (Wakabiro Sukabumi)