Jelajahhukum.id|LEBAK - Kisruh terkait dugaan pemotongan dana PIP di SMAN 1 Cilograng makin memanas. Dimana Kepala Sekolah tetap membantah kalau telah melakukan pemotongan bantuan bagi siswa tersebut.
Padahal, dari hasil investigasi tim media dari keterangan narasumber (orang tua siswa/i_red) bahwa jelas-jelas dana PIP yang diterima itu tidak sesuai ketentuan aturan, Kamis (20/05/2024).
SMA/SMK/SMALB/Paket C: Rp 1.000.000/tahun. Siswa baru atau kelas akhir Rp 500.000 (karena hanya menjalani satu semester). Kabar baiknya, di tahun 2024 ini nominal untuk jenjang SMA sederajat akan naik menjadi Rp 1.800.000. Sebagai informasi, ajaran baru dimulai pada bulan Juli-Juni tahun berikutnya, sedangkan anggaran dimulai Januari-Desember.
Seperti yang di keluhkan oleh salah satu orang tua murid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Cilograng Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Ia mengeluh dan mengaku adanya pemotongan Program Indonesia Pintar (PIP), dan ia merasa bahwa pemotongan tersebut sangat besar.
"Dengan bantuan PIP yang saya tau itu senilai Rp 1.800.000, namun yang diterima oleh anak saya cuma Rp 450.000 saja. Saya jadi bingung bantuan buat anak kok ada potongan," ungkap orang tua siswa tersebut.
Saat dimintai keterangan, Kepala Sekolah SMAN 1 Cilograng, H.U (inisial_red) melalui pesan WhatsApp mengaku bahwa sekolah tidak pernah memotong dana PIP.
"Itu mungkin anak-anak ada kegiatan, mungkin ngambilnya dari situ dan sekolah juga tadi siswa-siswi sekolah berkumpul dan menyatakan tidak ada pemotongan oleh pihak sekolah," ujarnya.
H.U kembali menegaskan bahwa sekolah tidak pernah memotong dana PIP tersebut.
"Kalau orang tua tidak tahu suruh datang aja ke sekolah, mereka siswa dan siswi tadi memberikan sikap bahwa sekolah tidak pernah memotong anggaran PIP," tegasnya.
Hingga saat ini, peristiwa ini masih terus bergulir menjadi perbincangan di masyarakat, bahkan kembali memanas, karena ada pernyataan pihak sekolah yang mengatakan bahwa anak yang mengaku jumlah uang yang diterima itu tidak sesuai dengan yang semestinya itu, di katakan depresi.
Tentu saja, pernyataan pihak sekolah tersebut memantik reaksi dan ketidak senangan orang tua siswa dan mengatakan bahwa si anak tersebut sekarang tidak mau masuk sekolah, karena ada intervensi dari pihak sekolah.
Sebagaimana peraturan dan perundang-undangan yang ada, pemotongan dana PIP siswa bisa dipidanakan. Pelaku, bisa dijerat Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin. Utamanya Pasal 43 ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin dipidana dengan pidana penjara penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Dijelaskan pada ayat (2) Undang-undang tersebut menegaskan, lembaga yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin dipidana dengan denda paling banyak Rp 750 juta.
Dana PIP termasuk dalam kategori dana penanganan fakir miskin, karena program itu diluncurkan untuk penanganan fakir miskin agar anaknya tidak sampai putus sekolah.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan, bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu.
Sebagai implementasi dari UU tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dimana dalam Pasal 2 ayat (1) berbunyi, bahwa pendanaan pendidikan mejadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Berdasarkan peraturan tersebut dalam rangka pemerataan pendidikan khususnya memberikan kesempatan kepada anak yang berasal dari keluarga kurang mampu agar dapat tetap bersekolah, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama RI memberikan bantuan siswa.
Dengan adanya peristiwa tersebut, diharapkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten juga Gubernur Banten melakukan evaluasi terkait adanya keluhkan orang tua murid terkait realisasi bantuan PIP di SMAN 1 Cilograng.
(MY)