SUKABUMI, Jelajahhukum.id _ Polemik terkait permasalahan tanah almarhumah Ibu Eni di Desa Karangpapak Kecamatan Cisolok kembali di bahas dalam audiensi yang di layangkan oleh LPKSM PANDAWA LIMA dengan menghadirkan beberapa SKPD yang mempunyai korelasi dalam hal ini, Senin (13/11/2023).
Di buka oleh Berly lesmama dalam pemaparan nya yang menyayangkan adanya pencoretan sepihak oleh kantor desa dan dengan Dasar SPPT keluarga nya yang hanya di keluarkan terakhir pada tahun 1997.
Selanjutnya Dedi Chardiman (ASDA 1) sebagai pimpinan audiensi mengatakan turut menyesali atas pencoretan SPPT tersebut.
Dalam audiensi Turut hadir beberapa OPD, dantaranya BPKAD bidang aset, Sekdis DPMD (Nuryamin), bagian hukum Sekda, BPN, DPUTR, Sekmat Cisolok, Sekmat Cikakak, Kepala desa Karangpapak serta beberapa rekan media yang ikut hadir saat jalan nya audiensi.
Saat pemaparan Kronologis dan riwayat perjalanan tanah oleh Berly lesmana sebagai ahli waris di jawab oleh asep pihak BPN bagian sengketa tanah dengan penjelasan prosedural BPN, yang untuk selanjutnya Sekdis DPMD Nuryamin menjelaskan teknis untuk pemekaran desa.
Kemudian Sekmat Cisolok Oki Fajri menjelaskan terkait hal asset yg di bahas saat ini bahwasannya memang urusan tanah sangat pelik.
"Mudah-mudahan di selesaikan dengan kondusif," harapnya.
Saat pimpinan audiensi meminta saran bagian hukum Sekda menjelaskan terkait leter C yang di ajukan sebagai salah satu alat bukti kepemilikan.
Lebih lanjut dalam diskusi terbuka tersebut Berli Ketua Pandawa Lima menjelaskan, Sudah mulai ada titik terang sekalipun kepala desa cimaja tidak bisa hadir untuk yang kesekian kalinya, sekalipun para pihak tidak membawa berkas dari data dalam undangan, padahal dalam undangan di minta membawa database masing-masing desa.
"Alhamdulillah dipimpin oleh salah satu asisten Pak Dedi Cardiman ini membuahkan hasil yang memang sedikit ada titik terang dari mulai inspektorat, dari pihak inspektorat diwakilkan pak yayat dan lain-lain akan terus membantu membentuk tim menelusuri beberapa aset termasuk aset desa," ungkapnya.
Berdasarkan SK dari mulai awal perolehannya berkaitan dengan lahan Kepemilikan yang databes dalam surat segel dan lain-lain masuk ke dalam poting kita, lanjut Berly, demikian pula untuk masyarakat yang lainnya kita abaikan untuk saat ini , karena kami sekalipun masyarakat masuk dalam poting
"Kami akan menyerahkan kepada masyarakat, persoalan itu kami di kebelakangkan terutama kami mulai dari beberapa lahan yang masih kosong," jelasnya.
Target kita sebelum Pemilu seharusnya sudah selesai, masih kata Berly, karena khawatir ada pihak-pihak yang memperuncing masalah memanfaatkan kondisi seperti ini, memanfaatkan opini masyarakat karena masyarakat tidak ada masalah, bahkan masyarakat kasihan di beberapa wilayah di daerah karang papak masyarakat kesulitan melakukan sertifikasi karena hilangnya data dan tidak ada data salah satu bukti.
"PTSL di karang papak ditolak tidak dikeluarkan, kasihan tidak ada kepastian hukum, jadi harus mengacu kepada hak kepemilikan siapa awalnya, Basic nya dari mana mulainya, tidak mungkin bisa dari desa," imbuhnya.
Jadi ini patut memang harus diluruskan, lanjut Berly, saya di sini sekedar perlu meluruskan kesalah kepemilikan lahan yang ada di sebagian wilayah yang ada di karang papak berdasarkan 7 segel pembelian seluas kurang lebih 442 hektare, jadi bukan hanya dia beberapa tetangganya punsemua yang lain sama ditolak dan mereka pun orang tua dan kakek neneknya mengetahui dulu itu perkebunan karet milik nenek saya.
"Kalau memang berbagai pihak tidak bisa saling mengerti, tidak bisa saling membantu meluruskan, ya mau tidak mau karena satu kepastian hukum ini harus didapat. Kasihan masyarakat kalau tidak ada kepastian selama ini, kami juga dari dulu dari tahun 90 sudah mengabaikan hal-hal itu, kalau hanya untuk kepentingan masyarakat serahkan saja, tapi ternyata masyarakat tidak bisa mendapatkan haknya secara utuh kalau seperti ini. Jadi tetap hal ini harus kami upayakan tidak ada lagi sebagai kapasitas, kami sebagai ahli waris yang mana punya alat bukti yang sangat kuat berupa segel tahun 48 pembelian yang ditandatangani di stempel oleh onderdistrik Cisolok, dimana pada saat itu kapasitas tanda jual beli paling tinggi pada saat itu," paparnya.
Karena jual beli pada saat sebelum tahun 60 itu jual beli di atas tahun pun ketika masih bisa ditulis daunnya masih sah, apalagi di atas segel itu dikeluarkan oleh negara dan pejabat. Penulisnya pun pejabat khusus yang menulis yang mengeluarkan stempel pun pejabat khusus untuk onderdistrike, minimal mereka membentuk tim untuk meneliti kembali termasuk inspektorat kalau memang pihak desa sampai saat ini tidak mau ada keterbukaan mengenai hal itu.
"Jadi berbicara bukan aset desa lagi, tapi yang dikuasai oleh desa karena disinyalir sejak dahulu memang dikuasai sebagian besar oleh desa. Kenapa dikuasai, karena desa kelonggaran untuk mendapatkan database dari desa induk sulit mereka mendapatkan itu, akhirnya secara penguasaan fisik dikuasai oleh pihak pihak desa," tegasnya.
Sementara itu, Dedi Chardiman mengatakan, Hal-hal yang harus kita urai dengan menghadirkan dari semua unsur, Alhamdulillah hadir dari BPN kaitan dengan sertifikat yang ada, kemudian dari bagian hukum, dari DPTR yang termasuk unsur kewilayahan, artinya ini akan kita laporkan ke pimpinan. Kemudian ke depan arahannya ini sudah ada jalan yakni telusuri dari perkaitan dengan pemekaran desa itu tentu catatannya ada catatan aset. Kalau diduga ada duplikasi kita akan ketahui, jadi intinya kita ketahui dulu pemekaran asetnya mana.
"Hari ini saya tidak target dulu, saya implementasi pimpinan, nanti kalau pimpinan memerintahkan lagi untuk mereview lagi, Insya Allah kita akan lakukan lagi, mudah-mudahan kalau dikasih target ya saya nggak berani ngasih target untuk beberapa waktu ke depan, tapi lebih kepada arahan pimpinan nanti. Jangan sampai ini berlarut-larut, jangan sampai melangkah atau melonjak ke pimpinan berikutnya," kata Dedi.
Asep Sarif selaku Kepala Seksi Pengendalian dan penanganan sengketa tanah menyampaikan, yang dibahas adalah pertama penelusuran tanah kepemilikan ahli waris dari atas nama beri diawali dengan pemekarannya dulu. Pemekaran ini memang kalau sekarang posisinya pemekaran itu berdasarkan surat dari perda Kalau terdahulu itu SK Gubernur kalau SK Gubernur di situ diterangkan bahwa itulah menjadi aset desa atau tidak, kalau udah ketemu itu pasti ada catatan bahwa itu aset desa atau bukan kalau sudah terjadi jadi aset desa, itu menjadi ranahnya di pihak BPKAD aset mungkin itu saja pada intinya.
"Mudah-mudahan pertemuan ke depan ada pertemuan lagi setelah ditemukannya SK Gubernur, itu akan menjadi titik terang, aset yang menjadi keberatan-keberatan dari pihak ahli waris Ibu Eni. Jadi kuncinya itu SK Gubernur," pungkas Asep Syarif.
(Ateu/Ellah)