Jelajahhukum.id|Sukabumi - Berdasarkan kuasa dari ahli waris, Achmad Taufik menjelaskan bahwa bukti-bukti kepemilikan lahan yg pernah disidangkan di PN Cibadak Sukabumi berupa leter C dan Girik dengan menghadirkan kedua belah pihak, dalam persidangan tersebut juga menghadirkan saksi dan bukti yg dimiliki masing-masing. Dari sidang mediasi gagal,lalu dilanjutkan ke sidang di tempat sampai sidang lapangan,bersama-sama terjun ke lapangan.
"Alhamdulillah mendapatkan hasil putusan dari Majlis hakim dan di nyatakan bahwa benar tanah tersebut adalah tanah milik adat alias bukan tanah milik Negara, karena dalam persidangan pihak tergugat yaitu PTPN kebun cibungur memberikan atau menyodorkan bukti kepemilikan HGU dan lain-lain sebagainya serta seluruhnya di tolak. Karena bukti-bukti tersebut tidak ada hubungannya dengan lahan yang di sengketakan dan di putuskan, putusan pada bulan Januari tahun 2016," ungkap Achmad Taufik yang juga anggota dari Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Divisi Komando Garuda Sakti (KGS) DPC Sukabumi.
Kurun waktu hampir 1 tahun, lanjut achmad, pihak PTPN kebun Cibungur melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung dan hasilnya putusan PN Sukabumi Cibadak di batalkan dengan alasan perlu di kaji kembali prihal kepemilikanya dan keturunannya. Karena dalam putusan PN Sukabumi, Majlis hakim memerintahkan kepada tergugat yaitu PTPN kebun Cibungur harus segera menyerahkan tanah yang di sengketakan kepada ahli waris yang lebih berhak (dalam arti ada ahli waris yang lain). Maka dalam putusan PN tinggi tahun 2017, dalam putusan umumnya tanah belum ada pemiliknya yang sah.
"Setelah Putusan PN Cibadak Sukabumi di batalkan, ahli waris Sawiyohana melakukan kasasi ke MA tanpa di dampingi pengacara, lalu di tolak, karena keturunannya diragukan," terang Achmad Taufik, Sabtu (04/06/2022).
Kini ahli waris yang syah dari keturunan Alm. NADIPURA telah di temukan yang mempunyai PENETAPAN waris dari PN Sukabumi pada tahun 1986. Yang menyatakan bahwa ibu ICIH Alm sebagai istri dari Alm bapak NATADIPURA dan di karuniai satu orang anak yg bernama IAH Alm.
Ibu IAH ini mempunyai 6 orang anak sebagian masih hidup, 3 meninggal 3 masih hidup. Karena keturunannya sudah ada yang meninggal, maka di mohonkan kembali untuk di tetapkan oleh PN agama Cibadak Sukabumi dan di kabulkan pada tahun 2021 dalam kasus ini sesungguhnya yg punya hak tanah C 16.C 84,C 89 yg menyatu dengan Verponding 1745 klasiran 1933 dan surat ukur no 45. Seluruhnya adalah hak milik ahli waris alm NATADIPURA dan sesuai legal opinj dari Badan pertanahan RI, tanah atas nama Natadipura tidak terkena UU pokok agraria no 1 hurup C tidak di wajibkan harus di kembalikan ke Negara. Karena bukan tanah hasil rampasan, tetapi tanah sisa hasil usaha dan dinyatakan tanah milik adat yang sudah terdaftar pada tahun 1953.
Namun sebelum para ahli waris menggugat tanah tersebut, di klaim jadi tanah milik PTP kebun Cibungur, lalu diganti nama lagi menjadi tanah milik PTP XI kebun cibungur dan ganti nama lagi tanah milik PTPN Nusantara VIII, yang asal mulanya kebun tersebut bernama CV Cibungur.
"Dengan berubah-ubahnya nama tersebut adalah untuk mengklabui ahli waris supaya tidak bisa menggugat, maka terjadilah jual beli dan di sewakan atau alih fungsi secara fiktip yang di lakukan oleh pihak oknum yang mengatasnamakan PTPN," ujar Achmad.
Dari dulu sampai sekarang, masih kata Achmad, banyak bukti pelanggaran yang di lakukan oleh pihak PTPN, yaitu ada yang dijadikan Hotel DEMIX yang berada di Desa Sukaharja, ada yang jadi kandang ayam, ada yang jadi pesantren ASSALAM dan ada juga penyewaan tanah kepada warga dengan mengatasnamakan tanak hak milik atas nama Anugrah Aditya kepada saudara Dede warga ubrug.
"Disewakan kepada masyarakat dengan mengatasnamakan tanah hak milik pribadi, padahal jelas lahan tersebut fisiknya kebun karet yang sekarang ditanami pohon sawit yang nota bane izin nya pun tidak jelas. Ini semua hanya permainan oknum-oknum Mafia Tanah yang di bekingi aparatur negara dan penegak hukum," tegasnya.
Surat PTPN prihal melaporkan saya ke pihak berwajib tanpa dasar hukum yg jelas yg di cantumkan ber HGU dan putusan MA no 606 /Pdt/2017. Itu kasus Jakarta timur dan tembusan kepada bataliyon 310 KK yang semuanya tidak ada kapasitasnya, mungkin tujuanya untuk menakuti saya.
"Ada juga Bukti jual beli tanah NATADIPURA ke sebanyak 238 orang secara fiktip yang dilakukan oknum pemdes dan oknum PTPN pada tahun 1985, seolah-olah tanah tersebut menjadi bukan milik NATADIPURA, padahal sejak dulu sampai sekarang para ahli waris Natadipura belum pernah menjual atau menghibahkan kepada siapapun," pungkasnya.
(*red)